PEMIKIRAN SYEKH MUHAMMAD ARSYAD AL-BANJARI TENTANG WALI, SAKSI DAN IJAB QABUL DALAM KITAB AN-NIKAH

Ahmad, Ahmad

Abstract


Abstrak
Abstrak: Perpindahan wali nikah tidak dapat terlaksana dengan serta-merta, tanpa ada faktor lain yang mempengaruhinya. Hal inilah yang membuat seorang ulama kharismatik Banjar, Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari menuangkan pemikirannya dalam kitab an-nikah tentang perpindahan wali nikah. Kemudian yang menarik menurut beliau bahwa diantara syarat saksi tidak boleh anak, orang tua atau musuh dari kedua mempelai, hal ini berbeda dengan umumnya pendapat syafiiyah. Demikian lagi yang menarik, bahwa beliau tidak memasukkan satu majelis sebagai syarat ijab qabul. Hal ini tentu berbeda dengan pendapat ulama Syafiiyah pada umunya dan kesepakatan mayoritas ulama bahwa dalam ijab dan qabul harus dilakukan dalam satu majelis. Menurut Wahbah Az-Zuhaili, sebenarnya yang menjadi patokan utama dalam batasan antara satu majelis dengan beda majelis itu adalah adat-istiadat. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research), yaitu mengkaji pokok pemikiran Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari tentang wali, saksi dan ijab qabul dalam kitab an-nikah yang bersifat (content analysis). Dari hasil penelitian ini. Secara keseluruhan untuk masalah wali pemikiran Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari lebih cenderung ke mazhab Syafii, hal ini terlihat dari dasar-dasar pendapat beliau tentang perpindahan wali. Untuk masalah saksi, dalam konteks masyarakat muslim di Indonesia, menurut penulis pemikiran Syekh Muhmmad Arsyad al-Banjari lebih relevan untuk diterapkan di Indonesia. Sehingga apabila di kemudian hari terdapat suatu permasalahan terhadap pernikahan yang diharuskan menghadirkan saksi dalam akad pernikahannya, hakim lebih mudah menilai dan mempertimbangkan kesaksian dari saksi nikah tersebut karena dinilai lebih adil apabila bukan dari pihak keluarga atau musuh mempelai yang ditunjuk sebagai saksi nikah. Berbeda dengan pendapat ulama mazhab pada umumnya, dalam hal ijab qabul beliau tidak memasukkan ittihad al-majlis atau akad dilaksanakan dalam satu majelis sebagai syarat ijab dan qabul. Pemikiran Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari ini signifikan dengan kasus yang terjadi saat ini, dimana kemajuan tekhnologi semakin berkembang pesat, itulah kenapa beliau tidak secara spesifik memasukkan satu majelis sebagai syarat ijab dan qabul. Akan tetapi jika diperhatikan syarat yang kedua bahwa jangan ada jeda yang lama antara ijab dan qabul, ini menunjukkan bahwa esensi bersatu majelis tetap ada dalam akad nikah yaitu dengan adanya kesinambungan waktu antara ijab dan qabul.
Kata Kunci: nikah, wali, saksi, ijab qabul.

Abstract: The transfer of a marriage guardian cannot be done immediately, without other factors that influence it. This is what makes a charismatic Banjar scholar, Sheikh Muhammad Arsyad al-Banjari, pouring his thoughts into an-nikah book about the transfer of marriage guardians. Then what is interesting is that according to him, among the requirements of the witness that he cannot be a child, parent or enemy of the bride and groom, this is different from the general opinion of Shafiiyah. So again interestingly, that he did not include one assembly as a condition of consent and answered. This is of course different from the opinion of Shafiiyah scholars in general and the agreement of the majority of scholars that the consent and answered must be carried out in one assembly. According to Wahbah Az-Zuhaili, actually, the main benchmark in the boundaries between one council and the different assemblies is the customs. This research is a library research, which examines the main thoughts of Sheikh Muhammad Arsyad al-Banjari regarding guardians, witnesses and answered consent in an-nikah book (content analysis). From the results of this study. Overall, for the problem of the guardian of Sheikh Muhammad Arsyad al-Banjari's thoughts, he is more inclined to the Shafi school of thought, this can be seen from the basis of his opinion on the transfer of guardians. As for the witness issue, in the context of the Muslim community in Indonesia, according to the author, Sheikh Muhammad Arsyad al-Banjari's thought is more relevant to be applied in Indonesia. So that if at a later date there is a problem with the marriage that is required to present witnesses in the marriage contract, the judge will find it easier to assess and consider the testimony of the witness of the marriage because it is considered more fair if it is not from the family or the enemy of the bride who is appointed as a marriage witness. In contrast to the opinion of the scholars of the mazhab in general, in terms of the consent of the answered, he did not include ittihad al-majlis or the contract was carried out in one assembly as a condition of consent and answered. The thinking of Sheikh Muhammad Arsyad al-Banjari is significant with the current case, where technological progress is growing rapidly, that is why he did not specifically include one assembly as a condition of consent and qabul. However, if you pay attention to the second condition that there should be no long pause between consent and answered, this shows that the essence of united assembly remains in the marriage contract, namely by the continuity of time between consent and answered.
Keywords: marriage, guardian, witness and answered.

Full Text:

PDF

References


Daftar Pustaka

Abd Kadir Syukur. Wali Muhakkam; Syariat dan Realitas. Barito Kuala: LPKU, 2014.

Abdullah, Muhd Shagir. Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari Matahari Islam. Pontianak: Yayasan Pendidikan & Dakwah al-Fathanah, 1983.

Abdurrahman al-Jaziri. Kitab al-Fiqh ‘ala al-Mazahib al-‘Arba’ah. Jilid 4. Kairo: Maktabah ats-tsaqafah ad-diniyah, 2005.

An-Nawawi. al-Majmu Syarah Muhazzab. Diterjemahkan oleh Ali Murtadho dan dkk. Jakarta: Pustaka Azzam, 2015.

Asmuni, Fahrurraji. Cerita Datu-Datu Terkenal Kalimantan Selatan. Amuntai: Hemat, 2009.

As-Sijistani, Abī Dāud Sulaimān bin al-As’as. Sunan Abi Daud. Jilid 2. Lebanon: Dar Al-Fikr, 1999.

Azra, Azyumardi. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007.

Az-Zuhaili, Wahbah. Fiqih Islam Wa Adillatuhu. Diterjemahkan oleh Abdul Hayyie Al-Kattani. Jilid 9. Jakarta: Gema Insani, 2011.

Banjari, Syekh Muhammad Arsyad al-. Kitab an-Nikah. Banjarmasin: Comdes Kalimantan, 2005.

Barjie, Ahmad. Refleksi Banua Banjar: Kumpulan Tulisan Seputar Kesultanan Banjar, Sejarah Agama dan Sosial Budaya. Martapura: Pustaka Agung Kesultanan Banjar, 2011.

Daud, Alfani. Islam dan Masyarakat Banjar: Deskripsi dan Analisa Kebudayaan Banjar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1997.

Daudi, Abu. Maulana Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari. Martapura: Yayasan Pendidikan Islam Dalampagar, 2003.

Ghamrawi, Muhammad az-Zuhri al-. as-Siraj al-Wahhaj ‘ala Matni al-Minhaj. Lebanon: Dar al-kutub al-‘ilmiyah, 2012.

Haytami, Ahmad bin Muhammad bin ‘Ali Ibnu Hajar al-. Tuhfat al-Muhtaj Bisyarh al-Minhaj 3. 3 ed. Lebanon: Dar al-Kutub al-‘ilmiyyah, 2010.

Nawawī, Muhyid dîn Yahyā bin Syaraf Abī Zakariyyā an-. Rawdhat Ath-Thālibīn. Jilid 6. Lebanon: Dār al-fikr, 1995.

Qazwini, Al-Hafizh Abi ‘Abdillah Muhammad bin Yazid al-. Sunan Ibnu Maja. 1 ed. Lebanon: Dar al-Fikr, 2004.

Subrayogo. Metodologi Penelitian Sosial-Agama. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2011.

Sukarni. “Kitab Fikih Ulama Banjar, Kesinambungan Dan Perubahan Kajian Konsep Fikih Lingkungan”, ANALISIS: Jurnal Studi Keislaman” 15, no. 2 (Desember 2015): 433–72.

Syarbini, Syamsuddin Muhammad bin Muhammad al-Khathib as-. Mugni al-Muhtaj 4. Kairo: Dar al-Hadîts, 2006.




DOI: http://dx.doi.org/10.58791/sydrs.v8i2.494

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Index By

 

 

Contact Us :

Syariah Darussalam : Jurnal Ilmiah Kesyariahan dan sosial masyarakat

Address: Jl. Tanjung Rema, Kantor Fakultas Syariah IAI Darussalam Martapura

Kabupaten: Banjar

Provinsi: Kalimantan Selatan

 

Email: jurnalsyariah@iaidarussalam.ac.id